Berilmu dan Berakhlak Baik
Haloo...
Ternyata sudah cukup lama saya tidak menulis.
Ada sebuah pengalaman menarik yang baru saja saya alami dan rasanya sayang
sekali kalau tidak saya tulis untuk dibagi dengan yang lain.
Wkwkwk. Formal amat yak, pake bahasa yang agak
nyantai aja ya...
Gini ceritanya..
Selama 2 hari
kemarin, gue ama temen gue ikutan Job
Fair di Jakarta. Tepatnya di kawasan Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Harap
maklum, biasanya untuk para fresh
graduate, pergi ke Job Fair
adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk melanjutkan hidup ke arah yang lebih
baik hehe. Sebagai orang Bandung, sebetulnya
gue tahu kalo acara semacam ini juga banyak diadain di Bandung, yang jelas
lebih deket dan mudah untuk dijangkau. Tapi karena publikasi kegiatan ini wah
banget dan menarik, diadain di tempat yang cukup besar, gue punya ekspektasi
yang tinggi ama acara ini. Rasanya sayang aja kalo gue nggak ikutan. Demi
membunuh rasa penasaran dan mendapat pengalaman baru, gue memutuskan untuk
keluar sejenak dari lintasan Jatinangor-Kopo yang selama ini sering gue
lewati.
Singkat cerita, gue
dan temen gue udah nyampe di GBK pas Selasa siang, sekitar pukul 12.00 WIB.
Bertepatan dengan waktu Dzuhur, kami memutuskan untuk sholat Dzuhur dulu. Udah
itu, kita pergi menuju pintu masuk Job
Fair nya, yaitu di pintu I. Dan ternyata apa coba yang terjadi ??
jeng-jeng...
Buset ngantrinya
panjang banget ! bukan ngantri malah, itu tuh bentuknya kayak kerumunan orang
yang amat sangat tidak beraturan. Ada sedikit kericuhan gara-gara pintu yang
dibuka cuma satu, pintunya kecil dan sistemnya buka-tutup. Jumlah orang yang
ikut acara ini mungkin ribuan, bayangin aja gimana ramenya suasana di sana,
terutama di pintu masuk. Kepadatan bukan hanya terjadi di pintu masuk. setelah
melewati pintu masuk itu, orang-orang pada duduk menunggu di tangga yang menuju
ke koridor–koridor di lantai atas, tempat Job
Fair itu berlangsung, karena terjadi kepadatan juga di koridor-koridor itu.
Dan gue masih berada dalam kerumunan
orang yang nggak tau kapan bisa masuk, bahkan nggak tau bisa masuk atau nggak.
Kita semua yang
berada dalam kerumunan itu sama-sama stress, kepanasan, kehausan, kelaparan,
atau malah mules juga mungkin hehe. Saking stressnya, nggak sedikit orang yang
berdiri dekat pintu masuk berteriak minta dibukakan pintu. Soalnya pas mulai
memasuki pukul 13.00 WIB, itu pintu masuk nggak dibuka lagi ama panitianya. Gue
juga nggak bisa liat siapa yang jaga pintu masuk itu. Kalo denger orang-orang
pada neriakin panitia buat ngebukain pintu, nampaknya memang nggak ada panitia
yang jaga di sana. Entah pada kemana panitianya.
Ada hal lain yang
makin bikin suasana jadi makin panas, yaitu adanya beberapa orang yang bawa
kamera dan motoin kita yang lagi nunggu di depan pintu masuk itu. Ada salah
seorang yang berteriak.
“Woy, itu yang bawa
kamera, ngapain lu moto-moto? Kita mintanya dibukain pintu, bukan difoto ! “
“ plis bantuin dong
mas, kasih tau ke panitianya, tolong bukain pintunya “
“ eh itu yang
moto-moto, kalo kameranya bukan merk Canon gue nggak mau difoto ! “
Lah.
Ada lagi nih ungkapan
yang lebih absurd.
“ eh itu yang
moto-moto, gimana hasilnya? Bagus nggak ? kalo udah, jangan lupa di upload yaa. “
Ungkapan-ungkapan
yang lucu dan spontan, cukup bisa
memecahkan suasana. Tapi sebenernya itu
ungkapan yang mewakili perasaan betapa dalamnya memendam rasa kecewa.
Kemudian ada
seseorang dari dalam menghampiri kami dari balik pintu masuk. terjadi
percakapan antara seseorang yang diduga panitia itu dengan kerumunan orang yang
ada di barisan depan. Tak lama orang-orang di barisan depan berbalik ke
belakang sambil mengumpat. Orang-orang itu bilang kalau kami semua yang disini
kembali saja esok hari karena pintu tidak akan dibuka lagi. Tapi itu hanya
suara sayup-sayup dari kerumunan orang itu. Nggak kedengeran gimana pengumuman
yang lebih jelas dari panitianya. Hal itu bikin orang ragu-ragu untuk
membubarkan diri.
Karena sudah
berdiri menunggu selama 1,5 jam di bawah terik matahari Jakarta, dengan kondisi
lapar dan tanpa kepastian dari panitia, gue dan temen gue memutuskan untuk mundur
keluar dari kerumunan. Kami memutuskan untuk kembali lagi besok. Kebetulan kami
emang udah ada rencana nginep di tempat teman yang tempat tinggalnya nggak jauh
dari GBK.
Esoknya, kami
memutuskan datang ke GBK lebih pagi dari matahari. Haha nggak deng, lebih pagi
dari jam bukanya Job Fair itu supaya
bisa antri paling depan dan masuk duluan. Acaranya dijadwalkan mulai lagi jam 9
pagi. Gue bersama temen gue sudah di GBK dari jam 6 pagi teng. Keren kan ? dan
ternyata di sana udah banyak juga orang nunggu kayak gue ama temen gue. Kami
yang hadir lebih awal adalah para barisan sakit hati yang belajar dari
pengalaman hari kemarin.
Memasuki pukul
07.30 WIB, orang-orang bertambah semakin banyak. Bentuk barisan menjadi kacau,
orang-orang malah membentuk kerumunan lagi seperti hari kemarin. Kami semua
berkerumun lagi tepat di depan pintu masuk hari kemarin. Ketika pukul 08.00
WIB, tiba-tiba ada salah seorang panitia
meminta kami baris di pintu gerbang sebelah kiri nya. Tentu saja terjadi
pergerakan kerumunan secara tiba-tiba. Terjadilah aksi saling dorong mendorong
, desak-desakan, kacau lah pokoknya. Aksi desak-desakan pun perlahan mereda
sampai pukul 09.00 WIB. Tapi sudah jam segitu, pintu gerbang belum juga dibuka.
Malah panitianya kedengaran lagi check
sound. Yang harusnya udah mulai, ini malah baru persiapan. Ckckck.
Akhirnya pintu
masuk dibuka sekitar pukul 09.20 WIB. Cuma satu pintu yang dibuka. Tentu saja
terjadi kembali aksi dorong-dorongan, rebut-rebutan biar masuk duluan. Udah
nggak ada lagi pikiran untuk ngantri. Banyak yang kesakitan karena
desak-desakan itu, terutama para kaum wanita. Di sini nggak berlaku istilah ladies first. Semua saling berebut untuk
masuk duluan tanpa memandang wanita atau pria. Kebanyakan para pria melompati
pagar pembatas antrian supaya bisa ikut barisan depan dan masuk duluan. Wanita
banyak yang terjepit, menangis karena kesakitan. Gue menghalangi seorang pria
yang mencoba melompati pagar pembatas antrian untuk nerobos. Karena kesel, gue
dorong dia ke arah luar pagar supaya dia jatuh, sayangnya dia nggak jatuh *loh.
Bukannya mikir, eh dia malah nyuruh gue minggir. Gue suruh dia ngantri, eh dia
malah ngatain gue. Tapi gue memilih untuk diam. Karena kalo gue bales lagi, gue
nggak ada bedanya ama sampah berbentuk orang ini. gue mengikuti alur antrian
sebagaimana seharusnya dan akhirnya masuk ke dalam.
Nggak lama setelah
itu ada teriakan dari luar gerbang kalo ada seorang wanita yang jatuh pingsan
di antara kerumunan orang-orang. Mereka memanggil panitia untuk mengatasi hal
itu, tapi sayangnya respon panitia begitu lambat, lebih lambat dari cewek yang turun
tangga pake high heels. Ah, sungguh
amat sangat mengecewakan !
Untuk acara Job Fair nya, sebetulnya cukup banyak
perusahaan yang bagus. Lowongan yang sesuai dengan yang gue cari juga cukup
banyak. Sayangnya, harga tiket masuknya Rp 40.000, terbilang cukup mahal untuk
sebuah acara dengan pelayanan, pengamanan, dan pengendalian massa yang buruk.
Acara ini merupakan
acara besar yang dipublikasikan secara nasional, diadakan di daerah ibukota,
dan di tempat yang cukup besar. Banyak orang luar Jakarta yang datang, bahkan
dari Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi juga ada. Sudah bisa dipastikan
bahwa yang hadir bisa mencapai ribuan orang. Sudah seharusnya panitia
penyelenggara juga menyediakan sistem pengamanan yang sangat ketat, terutama
untuk mengatur barisan agar lebih tertib dan membuat sistem masuk yang baik
untuk mengurai kepadatan massa. Memang nggak mudah bikin event besar seperti
ini. Harus dilandasi oleh ilmu kepanitiaan yang baik dan makin bagus kalau
dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlatih atau professional. Ngeliat
kepanitiaannya kayak gitu jadi bikin mikir, mungkin panitianya dulu kagak lulus
mabim kali ya. *eh
Well, ini memang
tulisan ungkapan kekecewaan terhadap panitia penyelenggara acara. Tapi sesungguhnya
ada satu hal yang paling bikin kecewa, yaitu peristiwa desak-desakan pas mau
masuk ke stadion itu. Terlepas bagaimana buruknya panitia mengatur barisan
massa, sebetulnya aksi desak-desakkan itu juga sangat memalukan. Memalukan
karena dilakukan oleh orang-orang yang notabene adalah kaum muda terpelajar.
Tak ada lah arti sekolah tinggi, tapi antri saja tidak bisa. Apalagi para pria
yang melompati pagar pembatas untuk menerobos dan berebut dengan wanita, entah
bagaimana pria-pria itu akan memimpin rumah tangganya nanti. Loh kok jadi
kemana-mana gini ya bahasannya hihihi.
Ya, intinya semua
hal yang dilakukan harus berdasarkan dengan ilmu. Bikin acara harus ada ilmu.
Jadi peserta acara juga harus pake ilmu. Tapi berilmu saja itu tidak cukup,
harus dibarengi juga dengan akhlak yang baik. Semoga kita bisa menjadi bagian
dari orang-orang yang berilmu dan berakhlak baik.
Semoga bermanfaat.
Tetap semangat J
Comments
Post a Comment
ayo dikomen...