Menghargai Keputusan


Sebenarnya setiap orang punya hak untuk menentukan sikap. Contoh sederhana ketika kita akan makan siang bersama dengan sejumlah kawan. Mau makan apa kita siang ini? masing-masing pasti punya selera, bisa saja sama, bisa juga beda. kalau sama mungkin tidak akan menjadi masalah. Tapi kalau beda, mungkin kita butuh waktu untuk berdiskusi. Ada yang mau makan ayam goreng, ada yang mau makan soto, ada yang mau ngopi aja, ada yang diet jadi nggak mau makan nasi, dan lain sebagainya.Tidak akan butuh waktu lama jika semuanya mudah membuat keputusan, tapi akan jadi perbincangan yang lama kalau ada yang sulit menentukan sikap. Setelah lama diskusi panjang, akhirnya seseorang yang bikin lama itu tidak jadi makan karena sejak awal dia memang tidak berselera untuk makan. Cape deeeh. 

Memang sekali lagi itu adalah haknya. Dia mau makan kek, dia nggak jadi makan kek, itu bukan urusan kita. Hanya saja kadang aku secara pribadi sering menyayangkan sikap seperti itu. Kenapa tidak sejak awal saja bilang tidak mau makan? kan dia tidak perlu capek-capek memikirkan mau makan apa dan kami teman-temannya tidak perlu menunggunya berpikir. Apalagi kalau sudah sama-sama berencana untuk makan tapi pada akhirnya mencari-cari alasan untuk membatalkan keinginan karena alasan yang sebetulnya hanya mengikuti feeling saja. 

Aku sering menjumpai kawan seperti ini. Diajak pergi susah, diajak janjian susah. Terlalu banyak berpikir, takut nanti gini lah, takut nanti gitulah, tapi secara bersamaan dia juga mengatakan ingin pergi. Tentu saja itu membuatku bingung. Akhirnya aku tidak ingin terlalu mengharapkannya datang dan memilih untuk membuat keputusanku sendiri. Aku akan pergi karena sejak awal aku memang ingin pergi. Perkara nanti di sana terjadi hal yang tidak menyenangkan, ya sudah itu adalah takdir. Yang penting aku sudah berniat dan mempersiapkan diri yang terbaik. Kalau ada yang berjalan tidak sesuai rencana, setidaknya aku berusaha mewujudkan keinginan itu. Aku tidak suka melihat orang mudah menyerah karena alasan menye-menye. 

Ya menye-menye mungkin itu menurutku. Tapi bagi orang lain itu adalah alasan yang rasional. wkwkwk. Sepertinya aku masih harus belajar menghargai keputusan orang lain. Semenye-menye apapun itu di mataku, tetap saja aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya dia rasakan dan aku tidak bisa menyamakan pikirannya harus seperti pikiranku. Istilahnya agree to dissagree. Aku tidak bisa setuju dengannya. Tapi aku setuju dengan perbedaaan pandangan ini. Kira-kira begitu. 

Aku jadi teringat kata dosenku semasa kuliah dulu. Bahwa setiap orang itu rasional. Punya keinginan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perbedaan pandangan itu tidak ada yang salah dan benar. Hanya saja perbedaan rasionalitas seseorang itu tergantung wawasannya. Kapasitas orang untuk memahami sesuatu juga beda-beda. Pengalaman dan jam terbang juga bisa saja mempengaruhi cara berpikir seseorang. Budaya, ajaran dalam keluarga, lingkungan pertemanan, dan sebagainya. Intinya carilah calon pendamping hidup yang mudah membuat keputusan jadi mudah untuk diajak jalan *loh hahahaha. Eh bener loh ini...

Mungkin PR nya adalah aku harus berusaha untuk tidak bergantung pada keputusan orang lain. Orang lain yang sedang janjian denganku lalu ia membatalkannya karena alasan yang menurutku tidak rasional seharusnya tidak mempengaruhiku. Aku harus punya keputusan sendiri demi kebahagiaanku sendiri. Karena kebahagiaanku adalah tanggung jawabku. 

Comments

Popular Posts