Patah
Aku sudah lama mengetahui bahwa suatu hari aku akan mendengar kabar yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, aku berusaha untuk menyiapkan hati agar kelak aku tidak akan terlalu bersedih ketika mendengarnya. Lalu hari itu pun tiba, ya hari ini. Begitu aku mendengar kabar itu, tetap saja membuat aku tidak merasa nyaman. Seperti ada batu besar yang sengaja dilempar ke arahku.
Pikiran dan hatiku seketika beradu. Pikiranku berusaha memanipulasi bahwa aku baik-baik saja. "Hei, ini namanya takdir. Kamu tidak bisa mengubahnya. Coba bayangkan kalau kamu memaksa hidup bersamanya, memangnya kamu akan bahagia? Kamu hanya akan mencintainya seumur hidupmu, tapi tidak sebaliknya. Kamu yakin bisa hidup dengan orang seperti itu?" begitu kata pikiranku.
Sementara hatiku tidak bisa menerimanya. Ada rasa kecewa yang tidak bisa diungkapkan. Meski aku sudah menyiapkan diri sejak lama, ternyata aku tidak sesiap itu. Aku tetap merasa sedih. Perasaan ini membuatku berputar kembali ke belakang, ke waktu-waktu yang pernah aku lewati bersamanya. Aku mulai menerka-nerka, di manakah letak kesalahanku hingga membuatnya berlalu?
Lalu pikiranku kembali berkata, "Hei, itu bukan salahmu. Kalau dia tidak pernah hadir dan tidak menerima kekuranganmu, ya dia bukanlah orangnya. Ini bukan salah siapapun. Ini yang disebut takdir"
Aku masih berusaha mencerna apa yang terjadi hari ini. Padahal ini bukan kali pertama ia membuatku patah hati. Tapi setiap mengingat berapa lama yang aku habiskan untuk memikirkannya, aku terus menyalahkan diriku sendiri. Jika ada sebuah obat atau alat yang bisa membuatku hilang ingatan, aku benar-benar ingin menggunakannya. Aku ingin menghapusnya dari memoriku.
Sudah lama aku diingatkan bahwa berharap pada manusia hanya akan membuatku kecewa. Tapi aku selalu saja kembali dan kembali padanya sampai akhirnya aku mendengar kabar hari ini. Sepertinya aku butuh waktu untuk menerimanya.
Entah sampai kapan....
Comments
Post a Comment
ayo dikomen...