seni: apakah usaha itu selalu nomor dua?
wew...kali ini saya ingin membahas tentang seni. ya, S.E.N.I. sebuah kata yang terdengar sederhana tapi bagi saya ini terlalu sulit untuk dijelaskan. saya membuat catatan ini karena terinspirasi dari tugas kesenian yang saya buat beberapa hari yang lalu. saya suka membuat karya seni, meskipun saya tidak terlalu berbakat dalam bidang ini. saya juga suka menggambar. dan gambaran saya selalu berkembang sejak saya TK hingga sekarang. dari mulai gambar orang-orangan yang mirip jalangkung sampai gambar orang-orangan yang bisa ngesot mungkin sudah pernah saya coba, baik itu di buku gambar atau di buku tulis halaman belakang. tapi ada juga orang-orang yang berkata bahwa gambaran atau karya yang saya buat itu bagus. haha...saya tidak tahu, apakah mereka mengatakan hal itu dalam keadaan sadar atau tidak.
tapi kadang apa yang saya buat itu tidak mendapat balasan yang setimpal. maksudnya, nilai yang saya dapat tidak sebanding dengan usaha yang saya lakukan. sampai detik ini, saya masih belum bisa memahami bagaimana caranya menilai karya seni itu. kadang ada karya seni yang menurut saya aneh, tapi orang2 yang paham seni justru mengatakan kalau itu karya seni terhebat abad ini. bagaimana bisa mereka mengatakan itu karya yang hebat? kehebatan dan keindahan itu ada di sebelah mana? kadang karya seni tidak dinilai dari usaha membuatnya, tapi bagaimana hasil karya itu bisa dinikmati oleh orang banyak artinya semua orang akan mengatakan bahwa karya itu bagus.
waktu SD, saya pernah membuat karya seni berupa box untuk menyimpan dokumen, ya pokoknya gitulah...dan itu dibuat dari kardus, lalu dilapisi dengan kertas kelap-kelip dan di setiap rusuknya di jahit dengan menggunakan tali rafia. saya membuatnya selama dua minggu dan tentu saja saya buat dengan penuh kesungguhan. hasilnya? menurut saya bagus dan cukup rapi. namun ketika saya mengumpulkannya di sekolah, guru saya berkata, " ini dibikinin siapa?" . jlep! saya langsung membela diri. ya, iyalah. 2 minggu ya tolong!!! dan saya tidak ingat diberi nilai berapa, waktu itu mood saya sudah rusak dan tidak peduli mau dapat nilai berapa.
waktu SMP, ada tugas akhir membuat lukisan. tapi ini tugas kelompok. waktu itu kami diminta untuk membuat lukisan dengan ukuran kanvas sekitar 70 cmx70 cm. cukup besar bukan? lalu saya dan teman-teman saya berencana untuk membuat lukisan pemandangan pedesaan. memang sih, kami sedikit terinspirasi pada gambar di kartu pos. tapi kami tidak menjiplak, saya katakan sekali lagi bahwa kami sedikit terinspirasi. lukisan itu kami buat seharian penuh. dan hasilnya begitu indah menurut kami. begitu bangganya kami saat itu. begitu kami kumpulkan, kami diberi nilai tidak lebih baik dari lukisan kelompok lain yang hanya berupa cap tangan berwarna-warni dan bisa dikerjakan dalam waktu paling lama 30 menit. dan menurut kelompok kami itu terlampau sederhana. tentu saja kami membela diri dan bertanya, MENGAPA???? dan menurut guru kami bahwa perwarnaan lukisan kami kurang tepat. ada-ada saja penilaiannya.
SMA, tugas kesenian yang saya kumpulkan beberapa hari lalu juga bernasib sama. tugas itu saya buat susah payah. karena tugas itu harus dibuat di corel draw dan apesnya saya tidak punya corel draw di rumah. jadi saya harus meminjam komputer punya teman yang ada corelnya dan untungnya rumah teman saya itu cukup dekat dengan saya. tugas itu berupa poster, dan saya harus membuat gambar yang cukup mencolok agar benar-benar terlihat seperti poster. dan hasilnya? menurut saya memang sedikit kaku, tapi ada juga yang bilang kalau itu bagus. gambar itu saya buat di PAINT dan saya copy-paste-kan ke corel. esoknya ketika dikumpulkan, guru saya berkata," ini gambarnya nge-scan dari mana?" dan saya diberi nilai yang tak begitu indah untuk dipublikasikan. saya langsung membela diri, tapi karena keadaan pada saat itu begitu ricuh, sepertinya guru saya tidak mendengar pembelaan saya. dengarlah pak guru, betapa sulitnya saya membuat gambar itu.
jadi, sebetulnya apa yang menjadi dasar penilaian seni itu? apakah yang bisa menilai itu hanya orang2 yang paham seni? apakah seni itu menomor-dua-kan usaha? selamanya seni tidak akan menjadi matematika, karena yang bisa matematika adalah orang yang berusaha untuk bisa, bukan orang yang berbakat. hah? nyambung nggak sih?
-ikey curcol-
maaf untuk segala kesalahan
tapi kadang apa yang saya buat itu tidak mendapat balasan yang setimpal. maksudnya, nilai yang saya dapat tidak sebanding dengan usaha yang saya lakukan. sampai detik ini, saya masih belum bisa memahami bagaimana caranya menilai karya seni itu. kadang ada karya seni yang menurut saya aneh, tapi orang2 yang paham seni justru mengatakan kalau itu karya seni terhebat abad ini. bagaimana bisa mereka mengatakan itu karya yang hebat? kehebatan dan keindahan itu ada di sebelah mana? kadang karya seni tidak dinilai dari usaha membuatnya, tapi bagaimana hasil karya itu bisa dinikmati oleh orang banyak artinya semua orang akan mengatakan bahwa karya itu bagus.
waktu SD, saya pernah membuat karya seni berupa box untuk menyimpan dokumen, ya pokoknya gitulah...dan itu dibuat dari kardus, lalu dilapisi dengan kertas kelap-kelip dan di setiap rusuknya di jahit dengan menggunakan tali rafia. saya membuatnya selama dua minggu dan tentu saja saya buat dengan penuh kesungguhan. hasilnya? menurut saya bagus dan cukup rapi. namun ketika saya mengumpulkannya di sekolah, guru saya berkata, " ini dibikinin siapa?" . jlep! saya langsung membela diri. ya, iyalah. 2 minggu ya tolong!!! dan saya tidak ingat diberi nilai berapa, waktu itu mood saya sudah rusak dan tidak peduli mau dapat nilai berapa.
waktu SMP, ada tugas akhir membuat lukisan. tapi ini tugas kelompok. waktu itu kami diminta untuk membuat lukisan dengan ukuran kanvas sekitar 70 cmx70 cm. cukup besar bukan? lalu saya dan teman-teman saya berencana untuk membuat lukisan pemandangan pedesaan. memang sih, kami sedikit terinspirasi pada gambar di kartu pos. tapi kami tidak menjiplak, saya katakan sekali lagi bahwa kami sedikit terinspirasi. lukisan itu kami buat seharian penuh. dan hasilnya begitu indah menurut kami. begitu bangganya kami saat itu. begitu kami kumpulkan, kami diberi nilai tidak lebih baik dari lukisan kelompok lain yang hanya berupa cap tangan berwarna-warni dan bisa dikerjakan dalam waktu paling lama 30 menit. dan menurut kelompok kami itu terlampau sederhana. tentu saja kami membela diri dan bertanya, MENGAPA???? dan menurut guru kami bahwa perwarnaan lukisan kami kurang tepat. ada-ada saja penilaiannya.
SMA, tugas kesenian yang saya kumpulkan beberapa hari lalu juga bernasib sama. tugas itu saya buat susah payah. karena tugas itu harus dibuat di corel draw dan apesnya saya tidak punya corel draw di rumah. jadi saya harus meminjam komputer punya teman yang ada corelnya dan untungnya rumah teman saya itu cukup dekat dengan saya. tugas itu berupa poster, dan saya harus membuat gambar yang cukup mencolok agar benar-benar terlihat seperti poster. dan hasilnya? menurut saya memang sedikit kaku, tapi ada juga yang bilang kalau itu bagus. gambar itu saya buat di PAINT dan saya copy-paste-kan ke corel. esoknya ketika dikumpulkan, guru saya berkata," ini gambarnya nge-scan dari mana?" dan saya diberi nilai yang tak begitu indah untuk dipublikasikan. saya langsung membela diri, tapi karena keadaan pada saat itu begitu ricuh, sepertinya guru saya tidak mendengar pembelaan saya. dengarlah pak guru, betapa sulitnya saya membuat gambar itu.
jadi, sebetulnya apa yang menjadi dasar penilaian seni itu? apakah yang bisa menilai itu hanya orang2 yang paham seni? apakah seni itu menomor-dua-kan usaha? selamanya seni tidak akan menjadi matematika, karena yang bisa matematika adalah orang yang berusaha untuk bisa, bukan orang yang berbakat. hah? nyambung nggak sih?
-ikey curcol-
maaf untuk segala kesalahan
mbok...
ReplyDeleteitu ya itulah seni, kalo ga gitu bukan seni namanya mbok...
dan masalah corel, itukan udah dijelasin sama pak gian kalo sistem corel sama paint yang berdasarkan bitmap tuh emng beda, jadi ga boleh dipastein dari paint loh... hha...
seni tuh cuman bisa diliat bagus nggan ya sama orang yang ngenal, sama orang yang ngebakat, dunianya merekalah, sama kayak orang jenius, yang bisa ngeliat satu titik yang berbeda, ato sudut pandang yang berbeda dari orang lain, sama halnya dengan seni, kita ga bisa ngeliatnya dengan mata telanjang kita sebagai anak ipa...
begitulah alasan objektif saya sebagai seorang anak ipa yang sudah menyadari kekurangan saya
p gian baru masuk 1x ke kelas setelah tugas kesenian itu dinilai dan beliau g ngejelasin penggunaan corel dan kaitannya dengan PAINT. bukan salah aku kalo g tau kan????
ReplyDelete