dia dan pianonya bag.8
tiba-tiba dia menarik tanganku yang sedang memegang sendok yang sudah terisi nasi. tentu saja nasinya berjatuhan. dia memaksaku keluar warteg. tapi tiba-tiba, penjual warteg itu berteriak. " aduh, kayaknya ada yang belum bayar tuh? siapa yah? " katanya dengan nada menyindir. aneh banget ada tukang warteg kayak gitu. " heh, kita tuh belom bayar. main pergi aja." kataku. " oh, iya...besok aja ya..." kata Aryo pada penjual itu. kami bergegas pergi dengan motor. Aryo sama sekali tidak peduli suara tukang warteg yang terus memanggil-manggil. " kamu gila, Yo! kamu 'kan belom bayar?!" teriakku di dekat helmnya. " nyalahin aja bisanya, kamu sendiri juga belom bayar 'kan?" jawabnya. aku baru ingat, aku juga belum membayar. " haha...oh iya ya..... eh, sekarang kita ke mana? pulang?" tanyaku. " udahlah. ntar kamu juga tau." katanya. aku hanya diam.
kamipun sampai di sebuah taman pemakaman umum. " yo, kamu ngapain ngajak aku ke sini? kita mau ziarah ke kuburan siapa?" tanyaku. dia tidak menjawab. aku hanya mengikuti langkahnya saja. dan kamipun sampai di satu kuburan. di situ tertulis Ani binti Suryo wafat tahun 2007. 3 tahun lalu!
" ini makam ibu aku." jawabnya dengan tatapan penuh pada kuburan. aku menarik nafas panjang. " ibu meninggal waktu lagi konser piano. kejatuhan lampu sorot. langsung meninggal di tempat. " ujarnya sambil meneteskan air mata. akupun ikut menangis. " Ayah shock banget waktu Ibu meninggal. dia jadi dendam sama suara piano. dia benci banget sama piano. dan Ayah sebetulnya nggak suka liat aku main piano. " ujarnya lagi. kali ini tangisnya semakin deras. " udah..udah...jangan diterusin. aku udah ngerti, Yo. " kataku sambil terisak. kami menangis berdua di kuburan.
ia lalu berhenti menangis. ia lalu duduk di samping kuburan Ibunya. " Bu, hari ini aku datang. sampai sekarang aku masih main piano, Bu. andai saja Ibu bisa dengar. " isaknya, ia kembali menangis. akupun ikut duduk dan mengelus bahunya. ia lalu mendo'akan Ibunya. " Key, aku pikir kamu udah bisa menyimpulkan, kenapa aku nggak punya piano di rumah. " ucapnya pelan. " yah, aku ngerti. aku bisa memahami bagaimana perasaan kamu dan ayah kamu. maaf udah bikin kamu ngelakuin ini. " kataku. " nggak apa-apa. karena kamu, aku jadi inget sesuatu. " katanya. " ingat apa?" tanyaku. " ulang tahun kakakku, besok dia berusia 25 tahun. " jawabnya. " ya sudah, kita beli kado untuknya sekarang. " kataku. Malah aku yang jadi heboh. " iya, kamu benar. " katanya tersenyum lalu berdiri. lalu kami berjalan menuju parkiran motor. " aku baru tahu kala kamu punya kakak. dia cowok atau cewek?" tanyaku. " cewek. namanya Mira. dia juga jago main piano. " katanya. " waw, hebat! dia suka sembunyi-sembunyi juga dong kalo main piano?" tanyaku. " nggak juga. sebetulnya dia udah nggak main piano lagi. jagonya waktu dulu. sekarang sih nggak tahu." ujarnya. " oh...aku pengen ke rumah kamu Yo, pengen ketemu kakak kamu ." kataku berharap. " dia nggak di rumah sekarang. " jawabnya. " oh, dia punya rumah sendiri? " tanyaku lagi. " ya bisa dibilang gitu lah. sebetulnya dia lagi di rawat di rumah sakit." katanya.
" oh...kakak kamu sakit...bilang dong dari tadi. ya udah kita jenguk dia besok sambil bawa kado. emang dia dirawat di rumah sakit mana?" tanyaku. " di RUMAH SAKIT JIWA." jawabnya pelan sambil menatap mataku tajam. Aryo? inikah kehidupanmu?
to be continued
kamipun sampai di sebuah taman pemakaman umum. " yo, kamu ngapain ngajak aku ke sini? kita mau ziarah ke kuburan siapa?" tanyaku. dia tidak menjawab. aku hanya mengikuti langkahnya saja. dan kamipun sampai di satu kuburan. di situ tertulis Ani binti Suryo wafat tahun 2007. 3 tahun lalu!
" ini makam ibu aku." jawabnya dengan tatapan penuh pada kuburan. aku menarik nafas panjang. " ibu meninggal waktu lagi konser piano. kejatuhan lampu sorot. langsung meninggal di tempat. " ujarnya sambil meneteskan air mata. akupun ikut menangis. " Ayah shock banget waktu Ibu meninggal. dia jadi dendam sama suara piano. dia benci banget sama piano. dan Ayah sebetulnya nggak suka liat aku main piano. " ujarnya lagi. kali ini tangisnya semakin deras. " udah..udah...jangan diterusin. aku udah ngerti, Yo. " kataku sambil terisak. kami menangis berdua di kuburan.
ia lalu berhenti menangis. ia lalu duduk di samping kuburan Ibunya. " Bu, hari ini aku datang. sampai sekarang aku masih main piano, Bu. andai saja Ibu bisa dengar. " isaknya, ia kembali menangis. akupun ikut duduk dan mengelus bahunya. ia lalu mendo'akan Ibunya. " Key, aku pikir kamu udah bisa menyimpulkan, kenapa aku nggak punya piano di rumah. " ucapnya pelan. " yah, aku ngerti. aku bisa memahami bagaimana perasaan kamu dan ayah kamu. maaf udah bikin kamu ngelakuin ini. " kataku. " nggak apa-apa. karena kamu, aku jadi inget sesuatu. " katanya. " ingat apa?" tanyaku. " ulang tahun kakakku, besok dia berusia 25 tahun. " jawabnya. " ya sudah, kita beli kado untuknya sekarang. " kataku. Malah aku yang jadi heboh. " iya, kamu benar. " katanya tersenyum lalu berdiri. lalu kami berjalan menuju parkiran motor. " aku baru tahu kala kamu punya kakak. dia cowok atau cewek?" tanyaku. " cewek. namanya Mira. dia juga jago main piano. " katanya. " waw, hebat! dia suka sembunyi-sembunyi juga dong kalo main piano?" tanyaku. " nggak juga. sebetulnya dia udah nggak main piano lagi. jagonya waktu dulu. sekarang sih nggak tahu." ujarnya. " oh...aku pengen ke rumah kamu Yo, pengen ketemu kakak kamu ." kataku berharap. " dia nggak di rumah sekarang. " jawabnya. " oh, dia punya rumah sendiri? " tanyaku lagi. " ya bisa dibilang gitu lah. sebetulnya dia lagi di rawat di rumah sakit." katanya.
" oh...kakak kamu sakit...bilang dong dari tadi. ya udah kita jenguk dia besok sambil bawa kado. emang dia dirawat di rumah sakit mana?" tanyaku. " di RUMAH SAKIT JIWA." jawabnya pelan sambil menatap mataku tajam. Aryo? inikah kehidupanmu?
to be continued
Comments
Post a Comment
ayo dikomen...