Seandainya Rasa Saling Menghargai Masih Ada
Akhir-akhir ini, ada sebuah peristiwa menarik yang terjadi di kampus saya, yaitu peristiwa mengenai Pemilihan Raya Mahasiswa untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden BEM kampus yang baru. Meskipun saya sudah bukan mahasiswa lagi, tapi saya masih bisa mengikuti ceritanya karena informasinya mudah sekali diakses di media sosial. Mungkin bagi yang tidak aktif di media sosial, akan sulit mendapatkan informasi mengenai peristiwa yang menarik ini.
Kenapa begitu menarik? Apa yang menarik?
saya akan menceritakannya secara singkat. Jadi, ada 2 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden untuk BEM Universitas yang maju dalam ajang Pemilihan Raya Mahasiswa ini. Menurut pengamatan saya, kedua pasang calon ini memiliki karakteristik yang berbeda. Pasangan no 1 terkenal dengan pembawaannya yang santun, lembut, tenang, namun tetap penuh semangat. Dari cara berpakaian, bicara, dan tingkah lakunya terlihat kalau mereka orang-orang yang memiliki pemahaman agama yang baik. Sedangkan untuk pasangan no 2 memiliki gaya penyampaian seperti organisatoris kampus pada umumnya. Mereka merupakan pembicara yang baik dan memiliki pemahaman politik kampus yang baik pula. Gaya berpakaian pun seperti anak muda masa kini.
kedua pasang calon memiliki gaya dan ide masing-masing. Kemudian mereka melakukan kampanye sebagaimana mestinya . Namun, di tengah-tengah masa kampanye, tetiba beredar tulisan-tulisan dan artikel yang dianggap sebagai tulisan provokatif di media sosial yang dibuat oleh simpatisan pasangan no 2. Tulisan tersebut bersifat menjatuhkan pasangan no 1. ya, mending kalo yang diserang itu ide pemikirannya atau visi-misinya. tapi serangan ini justru lebih diarahkan ke sosok calonnya. Karena tidak terima, akhirnya simpatisan calon yang diserang juga turut membuat tulisan "balasan" untuk tulisan provokatif itu. Akhirnya terjadilah perang tulisan. ckckck.
Melihat adanya pelanggaran kampanye, salah seorang simpatisan dari calon pasangan 1 melaporkan hal tersebut pada pihak yang berperan sebagai "wasit" dalam Pemilihan Raya ini atau dikenal dengan sebutan KPP.
setelah itu saya juga tidak tahu bagaimana kelanjutan cerita hasil pelaporan simpatisan itu. belum ada tanda-tanda tindak lanjut dari pihak penyenggara pemilu kampus ini.
Sampailah pada waktu pemungutan suara. Setelah selesai pemungutan suara, kemudian dilakukan perhitungan. dan ternyata calon pasangan no 2 yang unggul dari segi suara. Ya, meski belum ada keputusannya, sudah dapat dipastikan kalau pasangan no 2 yang menang.
Beberapa waktu selanjutnya, muncul berita bahwa pihak KPP telah menolak gugatan dari simpatisan pasangan no 1 mengenai adanya pelnaggaran kampanye. Jadi, ternyata salah satu calon dari pasangan no 2, ada yang turut nge-share tulisan provokatif yang sebelumnya beredar itu di media sosial sambil menyisipkan kata-kata (seolah-olah) mengiyakan bahwa isi tulisan itu benar. ya, jelas itu sebuah bentuk pelanggaran kampanye karena calon turut melakukan black campaign untuk menjatuhkan calon lawan. mungkin sadar kalau itu salah. tak lama postingan itu dihapus olehnya, Meskipun ia telah menghapusnya, tak disangka kalau ada simpatisan lawan yang terlanjur nge-screenshoot postingan yang dishare itu lalu melaporkannya. Jadilah itu sebuah perkara. Boom !
Karena gugatan itu ditolak, akhirnya pihak simpatisan yang melapor itu melakukan banding ke lembaga yang lebih tinggi dari "wasit" KPP, yaitu DKPP. Gugatan pelapor pun ditindak lanjuti oleh DKPP dan DKPP melakukan sidang beberapa kali untuk memutuskan perkara ini. sampailah pada H-1 menjelang Kongres akhir tahun mahasiswa kampus, DKPP mengeluarkan keputusan bahwa calon pasangan no 2 BERSALAH dan mereka DIDISKUALIFIKASI dari bursa Pemilihan Raya Mahasiswa ini. oow..
Ya, akibat diskualifikasi itu menyebabkan aksi protes yang bermunculan dari para simpatisan pasangan no 2. Mereka tidak menerima keputusan itu dan tidak rela kalau secara otomatis pasangan no 1 menjadi pemenang. Ya, menurut saya juga tidak bisa otomatis begitu. Harus dipikirkan lagi proses selanjutnya yang lebih bijak.
Tapi sebelum ada keputusan dari penyelenggara pemilu mahasiswa ini, ternyata ada kejutan juga dari pasangan no 1. Mereka memutuskan untuk MENGUNDURKAN DIRI dari bursa pemilihan raya mahasiswa ini karena situasi sudah tidak kondusif dan mereka juga tidak ingin dianggap menjadi kambing hitam yang memaksakan kemenangan. Menurut saya itu langkah yang bijak. Memang tidak sepenuhnya langkah yang benar, tapi seandainya mereka dianggap menang, tidak sedikit juga yang menentang dan ke depannya oknum-oknum penentang itu akan mengganggu sepanjang kepengurusan BEM mereka nanti.
Aksi undur diri ini cukup meredam emosi pada pendukung pasangan no 2, namun tak sedikit juga yang menganggap aksi undur diri ini adalah sebuah langkah yang naif. Ya, semua orang punya pandangan masing-masing. tidak ada satupun kebijakan yang bisa memuaskan semua orang.
Tak lama keluarlah keputusan dari lembaga penyelenggara Pemilihan Raya Mahasiswa ini yang menyatakan bahwa Kongres akhir tahun ditunda dan Pemilihan Raya Mahasiswa DIULANG dan pelaksanaanya selama 3 bulan ke depan. Well, artinya pemilu dilakukan dari awal lagi, entah dengan calon yang sama atau tidak. dan tentuya kepengurusan BEM yang lama harus menghela nafas panjang karena mereka baru bisa turun 3 bulan ke depan.
Begitulah ceritanya. padahal saya janji mau cerita singkat malah jadi panjang ceritanya. Saya tidak bermaksud menyebarkan cerita yang agak memalukan dan memilukan ini. saya hanya ingin berbagi sebuah hikmah dari cerita ini.
Hikmah yang saya ambil adalah mengenai pentingnya rasa saling menghargai antar sesama manusia. Saat kita sedang mengikuti sebuah pertandingan, sudah sepatutnya kita bertanding secara spotif. Sportif artinya menggunakan strategi yang baik dan benar, menghargai strategi lawan kita juga, dan saling menerima apapun hasilnya nanti. daripada sibuk menjatuhkan lawan dengan provokasi, lebih baik sibuk memikirkan strategi untuk memenangkan diri sendiri. Bayangkan, seandainya tidak ada tulisan bodoh yang memprovokasi itu, mungkin calon pasangan no 2 tidak akan melakukan pelanggaran. Kalau tidak melanggar, calon pasangan no 2 itu sudah menjadi pemenang pemilu karena mereka unggul dari segi perolehan suara. Kalau mereka dinyatakan menang, Kongres akhir tahun akan terlaksana, calon pasangan no 2 dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden BEM yang baru dan kepengurusan BEM yang lama sudah resmi turun dan bisa menyelesaikan urusan yang lain. Efeknya luar biasa bukan?
Kemenangan yang hakiki itu adalah kemenangan yang diperoleh dengan cara yang benar, bukan dengan provokasi yang dibuat untuk menjatuhkan lawan karena takut tidak bisa menang dengan cara yang wajar.
Tulisan ini merupakan hasil sudut pandang saya dan bersumber dari informasi yang beredar di media sosial. jadi mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan. yang jelas, peristiwa di kampus ini harus jadi pelajaran yang berharga untuk kita semua agar bisa menjadi manusia yang lebih mengedepankan rasa saling menghargai demi menjaga tali persaudaraan.
Salam.
Kenapa begitu menarik? Apa yang menarik?
saya akan menceritakannya secara singkat. Jadi, ada 2 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden untuk BEM Universitas yang maju dalam ajang Pemilihan Raya Mahasiswa ini. Menurut pengamatan saya, kedua pasang calon ini memiliki karakteristik yang berbeda. Pasangan no 1 terkenal dengan pembawaannya yang santun, lembut, tenang, namun tetap penuh semangat. Dari cara berpakaian, bicara, dan tingkah lakunya terlihat kalau mereka orang-orang yang memiliki pemahaman agama yang baik. Sedangkan untuk pasangan no 2 memiliki gaya penyampaian seperti organisatoris kampus pada umumnya. Mereka merupakan pembicara yang baik dan memiliki pemahaman politik kampus yang baik pula. Gaya berpakaian pun seperti anak muda masa kini.
kedua pasang calon memiliki gaya dan ide masing-masing. Kemudian mereka melakukan kampanye sebagaimana mestinya . Namun, di tengah-tengah masa kampanye, tetiba beredar tulisan-tulisan dan artikel yang dianggap sebagai tulisan provokatif di media sosial yang dibuat oleh simpatisan pasangan no 2. Tulisan tersebut bersifat menjatuhkan pasangan no 1. ya, mending kalo yang diserang itu ide pemikirannya atau visi-misinya. tapi serangan ini justru lebih diarahkan ke sosok calonnya. Karena tidak terima, akhirnya simpatisan calon yang diserang juga turut membuat tulisan "balasan" untuk tulisan provokatif itu. Akhirnya terjadilah perang tulisan. ckckck.
Melihat adanya pelanggaran kampanye, salah seorang simpatisan dari calon pasangan 1 melaporkan hal tersebut pada pihak yang berperan sebagai "wasit" dalam Pemilihan Raya ini atau dikenal dengan sebutan KPP.
setelah itu saya juga tidak tahu bagaimana kelanjutan cerita hasil pelaporan simpatisan itu. belum ada tanda-tanda tindak lanjut dari pihak penyenggara pemilu kampus ini.
Sampailah pada waktu pemungutan suara. Setelah selesai pemungutan suara, kemudian dilakukan perhitungan. dan ternyata calon pasangan no 2 yang unggul dari segi suara. Ya, meski belum ada keputusannya, sudah dapat dipastikan kalau pasangan no 2 yang menang.
Beberapa waktu selanjutnya, muncul berita bahwa pihak KPP telah menolak gugatan dari simpatisan pasangan no 1 mengenai adanya pelnaggaran kampanye. Jadi, ternyata salah satu calon dari pasangan no 2, ada yang turut nge-share tulisan provokatif yang sebelumnya beredar itu di media sosial sambil menyisipkan kata-kata (seolah-olah) mengiyakan bahwa isi tulisan itu benar. ya, jelas itu sebuah bentuk pelanggaran kampanye karena calon turut melakukan black campaign untuk menjatuhkan calon lawan. mungkin sadar kalau itu salah. tak lama postingan itu dihapus olehnya, Meskipun ia telah menghapusnya, tak disangka kalau ada simpatisan lawan yang terlanjur nge-screenshoot postingan yang dishare itu lalu melaporkannya. Jadilah itu sebuah perkara. Boom !
Karena gugatan itu ditolak, akhirnya pihak simpatisan yang melapor itu melakukan banding ke lembaga yang lebih tinggi dari "wasit" KPP, yaitu DKPP. Gugatan pelapor pun ditindak lanjuti oleh DKPP dan DKPP melakukan sidang beberapa kali untuk memutuskan perkara ini. sampailah pada H-1 menjelang Kongres akhir tahun mahasiswa kampus, DKPP mengeluarkan keputusan bahwa calon pasangan no 2 BERSALAH dan mereka DIDISKUALIFIKASI dari bursa Pemilihan Raya Mahasiswa ini. oow..
Ya, akibat diskualifikasi itu menyebabkan aksi protes yang bermunculan dari para simpatisan pasangan no 2. Mereka tidak menerima keputusan itu dan tidak rela kalau secara otomatis pasangan no 1 menjadi pemenang. Ya, menurut saya juga tidak bisa otomatis begitu. Harus dipikirkan lagi proses selanjutnya yang lebih bijak.
Tapi sebelum ada keputusan dari penyelenggara pemilu mahasiswa ini, ternyata ada kejutan juga dari pasangan no 1. Mereka memutuskan untuk MENGUNDURKAN DIRI dari bursa pemilihan raya mahasiswa ini karena situasi sudah tidak kondusif dan mereka juga tidak ingin dianggap menjadi kambing hitam yang memaksakan kemenangan. Menurut saya itu langkah yang bijak. Memang tidak sepenuhnya langkah yang benar, tapi seandainya mereka dianggap menang, tidak sedikit juga yang menentang dan ke depannya oknum-oknum penentang itu akan mengganggu sepanjang kepengurusan BEM mereka nanti.
Aksi undur diri ini cukup meredam emosi pada pendukung pasangan no 2, namun tak sedikit juga yang menganggap aksi undur diri ini adalah sebuah langkah yang naif. Ya, semua orang punya pandangan masing-masing. tidak ada satupun kebijakan yang bisa memuaskan semua orang.
Tak lama keluarlah keputusan dari lembaga penyelenggara Pemilihan Raya Mahasiswa ini yang menyatakan bahwa Kongres akhir tahun ditunda dan Pemilihan Raya Mahasiswa DIULANG dan pelaksanaanya selama 3 bulan ke depan. Well, artinya pemilu dilakukan dari awal lagi, entah dengan calon yang sama atau tidak. dan tentuya kepengurusan BEM yang lama harus menghela nafas panjang karena mereka baru bisa turun 3 bulan ke depan.
Begitulah ceritanya. padahal saya janji mau cerita singkat malah jadi panjang ceritanya. Saya tidak bermaksud menyebarkan cerita yang agak memalukan dan memilukan ini. saya hanya ingin berbagi sebuah hikmah dari cerita ini.
Hikmah yang saya ambil adalah mengenai pentingnya rasa saling menghargai antar sesama manusia. Saat kita sedang mengikuti sebuah pertandingan, sudah sepatutnya kita bertanding secara spotif. Sportif artinya menggunakan strategi yang baik dan benar, menghargai strategi lawan kita juga, dan saling menerima apapun hasilnya nanti. daripada sibuk menjatuhkan lawan dengan provokasi, lebih baik sibuk memikirkan strategi untuk memenangkan diri sendiri. Bayangkan, seandainya tidak ada tulisan bodoh yang memprovokasi itu, mungkin calon pasangan no 2 tidak akan melakukan pelanggaran. Kalau tidak melanggar, calon pasangan no 2 itu sudah menjadi pemenang pemilu karena mereka unggul dari segi perolehan suara. Kalau mereka dinyatakan menang, Kongres akhir tahun akan terlaksana, calon pasangan no 2 dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden BEM yang baru dan kepengurusan BEM yang lama sudah resmi turun dan bisa menyelesaikan urusan yang lain. Efeknya luar biasa bukan?
Kemenangan yang hakiki itu adalah kemenangan yang diperoleh dengan cara yang benar, bukan dengan provokasi yang dibuat untuk menjatuhkan lawan karena takut tidak bisa menang dengan cara yang wajar.
Tulisan ini merupakan hasil sudut pandang saya dan bersumber dari informasi yang beredar di media sosial. jadi mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan. yang jelas, peristiwa di kampus ini harus jadi pelajaran yang berharga untuk kita semua agar bisa menjadi manusia yang lebih mengedepankan rasa saling menghargai demi menjaga tali persaudaraan.
Salam.
Comments
Post a Comment
ayo dikomen...