Dia dan Pianonya (bagian 2)
beberapa hari kemudian, aku melihat Aryo di perpustakaan. tanpa pikir panjang, aku langsung menghampirinya. " yo, mengapa kamu tidak pernah bermain piano lagi?" tanyaku tanpa basa basi. " apa urusan kamu? kamu menghampiriku hanya untuk mengatakan itu? sungguh tidak penting." jawabnya sambil mengambil sebuah buku musik, lalu dibacanya lembar demi lembar. " kamu ini, aku hanya bertanya mengapa kamu tidak memainkannya lagi. apakah karena aku?" tanya aku. " hei, aku akan memainkan piano itu kapanpun aku mau. aku mau memainkannya atau tidak, itu bukan urusanmu. mengerti? permisi!" jawabnya dengan ketus lalu pergi keluar perpustakaan. aku hanya bisa terdiam. tiba-tiba saja aku merasa bodoh karena pertanyaanku yang konyol tadi. sial, buat apa aku bertanya seperti itu pada orang macam dia.
sore itu hujan. aku masih berada di sekolah. dengan sangat terpaksa aku harus menunggu hujan reda. aku berjalan di koridor depan ruang guru. tiba-tiba saja aku mendengar suara alunan piano dari arah aula. " aryo?" tanyaku dalam hati. aku segera berbalik arah menuju aula sekolah dimana suara piano itu berasal. akupun memasuki ruangan itu, ternyata benar itu dia. " bagus benar permainanmu, anak sombong!" kataku dengan sinis. dia hanya melirikku sambil terus bermain. " mengapa kamu tidak berhenti, apakah kamu tidak tergsnggu?" tanyaku. lagi-lagi dia tidak menghiraukan kata-kataku. aku mulai tidak nyaman dengan keadaan ini. sepertinya dia memberi isyarat agar aku lekas pergi. karena aku sudah mati gaya, akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari aula. ketika sampai di daun pintu, dia menghentikan permainannya.
to be continued....
sore itu hujan. aku masih berada di sekolah. dengan sangat terpaksa aku harus menunggu hujan reda. aku berjalan di koridor depan ruang guru. tiba-tiba saja aku mendengar suara alunan piano dari arah aula. " aryo?" tanyaku dalam hati. aku segera berbalik arah menuju aula sekolah dimana suara piano itu berasal. akupun memasuki ruangan itu, ternyata benar itu dia. " bagus benar permainanmu, anak sombong!" kataku dengan sinis. dia hanya melirikku sambil terus bermain. " mengapa kamu tidak berhenti, apakah kamu tidak tergsnggu?" tanyaku. lagi-lagi dia tidak menghiraukan kata-kataku. aku mulai tidak nyaman dengan keadaan ini. sepertinya dia memberi isyarat agar aku lekas pergi. karena aku sudah mati gaya, akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari aula. ketika sampai di daun pintu, dia menghentikan permainannya.
to be continued....
Comments
Post a Comment
ayo dikomen...